Pada Modul 4 Kegiatan Belajar 1 telah diuraikan gulma sebagai obyek perlindungan tanaman. Penempatan gulma sebagai obyek perlindungan tanaman tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan tanaman, yaitu Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, PP No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan, dan PP No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Pemyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Peraturan tersebut mengamanatkan bahwa petani dan pemerintah wajib melakukan tindakan perlindungan tanaman ketika tanaman diganggu oleh Organisme Penggaggu Tumbuhan (OPT) maupun Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK). Tindakan perlindungan tanaman tersebut mencakup pencegahan masuk/keluar, pengendalian, dan eradikasi.
Dalam kaitan dengan kewajiban melakukan tindakan perlindungan tanaman tersebut, OPT didefinisikan sebagai "semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan" dan OPTK didefinisikan sebagai "organisme pengganggu tumbuhan yang ditetapkan Pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah negara Republik Indonesia". Pada Modul 1 sampai Modul 3 telah diuraikan bahwa gulma merupakan organisme yang tidak diinginkan kehadirannya pada tempat dan waktu tertentu. Gulma tidak diinginkan kehadirannya terutama karena bersaing dengan tanaman dalam memperoleh ruang, air, cahaya matahari, dan unsur hara sehingga menyebabkan hasil tanaman berkurang. Selain menyaingi tanaman, gulma juga menghasilkan senyawa alelopati yang dapat meracuni tanaman, membentuk tegakan yang mengganggu pergerakan aliran air irigasi dan pergerakan alat dan mesin pertanian, menjadi inang pengganti bagi berbagai jenis hama dan patogen, menjadi tempat perlindungan dan persembunyian jenis-jenis hama tertentu, dan menghasilkan biji yang dapat mengkontaminasi hadil panen. Dengan cara-cara itu, gulma pada akhirnya merugikan petani.
Karena gulma berstatus sebagai OPT/OPTK, yaitu sebagai OPT/OPTK golongan gulma, maka tanaman wajib dilindungi dari gulma sebagaimana halnya melindungi dari OPT/OPTK golongan lainnya, yaitu OPT golongan hama dan OPT golongan patogen (penyebab penyakit tanaman). Untuk tujuan tersebut, jenis-jenis gulma yang belum ada di suatu kawasan dicegah masuk ke dalam kawasan dan yang sudah ada di dalam suatu kawasan dicegah keluar dari dalam kawasan tersebut. Kewajiban pencegahan masuk/keluar ini menjadi tanggung jawab pemerintah melalui Badan Karantina Pertanian. Petani berkewajiban melakukan tindakan perlindungan lainnya, yaitu pengendalian, dengan menggunakan cara-cara mekanik, fisik, kimiawi, hayati, genetik, budidaya, dan cara-cara lain yang sesuai dengan perkembangan teknologi. Bila suatu jenis gulma yang sudah terlanjur ada ternyata menimbulkan kerugian yang sangat besar maka pemerintah juga wajib membantu petani melakukan pengendalian. Kewajiban pemerintah lainnya adalah melakukan eradikasi, yaitu pemusnahan terhadap jenis gulma berbahaya tertentu yang terlanjur masuk tetapi belum menyebar luas di dalam suatu kawasan.
Lalu bagaimana dengan gulma pada pertanian lahan kering? Pertanian lahan kering menghadapi permasalahan gulma yang lebih berat dibandingkan dengan permasalahan gulma yang dihadapi pertanian lahan basah. Hal ini terjadi karena jenis-jenis gulma lahan kering merupakan jenis-jenis gulma yang tangguh. Ketangguhan tersebut merupakan hasil dari adaptasi yang sangat lama terhadap kondisi lahan kering, diwujudkan antara lain dalam bentuk perakaran yang sangat ekspansif dan dalam, kemampuan tumbuh yang cepat pada awal musim hujan, baik dari bonggol maupun dari biji, mempunyai organ tambahan seperti organ memanjat dan organ bertahan terhadap gangguan oleh herbivor. Duri misalnya, merupakan organ pertahanan diri terhadap herbivor yang sekaligus dapat menyebabkan kesulitan bagi petani untuk melakukan pengendalian. Berbagai jenis gulma lahan kering merupakan jenis-jenis tumbuhan dengan pola pertumbuhan melilit atau mempunyai organ tambahan berupa sulur untuk membelit tanaman sehingga dengan cepat dapat menutupi tajuk tanaman.
Alhasil, di lahan kering gulma merupakan golongan OPT/OPTK yang dapat menjadi jauh lebih merusak daripada kedua golongan OPT lainnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila petani lahan kering selalu menjadikan pengendalian gulma sebagai bagian tidak terpisahkan dari pertanian lahan kering. Petani lahan kering melakukan hal itu tentu saja bukan dengan cara-cara modern seperti menggunakan herbisida (pestisida untuk mengendalikan gulma). Melainkan dengan menggunakan cara-cara pengendalian yang sangat tradisional, yaitu cara mekanik, cara fisik, dan cara budidaya. Begitu memilih lahan, petani memulai kegiatan budidaya tanaman dengan melakukan pembersihan lahan dengan cara menebas rumput dan semak dan menebang pohon. Tebasan rumput dan semak serta tebangan pohon tersebut, setelah dipotong-potong, dibiarkan mengering untuk kemudian dibakar pada akhir musim kemarau. Penebasan, penebangan, dan pemotongan tersebut merupakan bagian dari praktik perladangan tebas bakar (shifting, slash-and-burn, atau swidden cultivation) yang sekaligus berperan sebagai cara mekanik untuk mengendalikan gulma. Demikian juga dengan pembakaran, merupakan bagian dari perladangan tebas bakar yang sekaligus berperan sebagai cara fisik untuk mengendalikan gulma. Pembakaran menghasilkan abu yang diyakini dapat menyburkan tanaman. Untuk mencegah gulma tumbuh dan kemudian merampas abu yang menyburkan tanah, petani menanam berbagai jenis tanaman dengan menggunakan pola tumpangsari khusus: "satu lubang rame-rame".
Satu lubang rame-rame atau sering disingkat salome dilakukan dengan memasukkan benih jagung, kacang tunggak dan/atau kacang nasi, dan labu ke dalam satu lubang tanam. Pola salome ini mirip dengan pola yang dilakukan pada sistem pertanian serupa di Amerika Tengah, negeri leluhur jagung, yang terkenal dengan nama sistim milpa. Dalam sistem milpa, ketiga jenis tanaman yang beihnya ditanam dalam satu lubang tanam tersebut dikenal sebagai "tiga bersaudari" yang masing-masing mempunyai peran sendiri-sendiri. Jagung tentu saja berperan sebagai tanaman pangan utama. Kacang tunggak dan/atau kacang nasi merupakan tanaman legum yang dapat menambat nitrogen dari udara melalui bintil akarnya untuk menyediakan kebutuhan nitrogen jagung dan labu. Hal ini diperlukan karena pembakaran sebenarnya mengurangi kandungan nitrogen dalam tanah. Kemudian labu yang tumbuh merambat di permukaan tanah berperan sebagai tumbuhan penutup yang melindungi tanah dari erosi pada awal musim tanam dan menghambat pertumbuhan gulma. Dengan begitu, petani lahan kering bukan hanya melakukan tindakan perlindungan tanaman, melainkan juga perlindungan tanah.
Dalam melakukan tindakan perlindungan tanaman tersebut tentu saja yang menjadi obyek tindakan adalah apa lagi kalau bukan gulma. Tentu mungkin saja sebagian besar petani tidak mengenal istilah gulma karena mereka tidak pernah kuliah di fakultas pertanian. Pun mereka kini jarang memperoleh penyuluhan mengenai gulma karena pembangunan pertanian yang berbasis komoditas memfokuskan kegiatannya pada penggunaan benih unggul dan pupuk. Satuan organisasi yang mengurusi perlindungan tanaman pada dinas-dinas pertanian dan perkebunan yang dahulu berstatus bidang kini juga telah diturunkan menjadi sekdi di bawah bidang sarana dan prasarana yang fokusnya adalah pengadaan benih, pupuk, pompa air, pestisida, dan sejenisnya yang dilakukan melalui proses pelelangan. Sebagian besar petani, atau bahkan mungkin seluruhnya, menggunakan istilah rumput untuk menyebut gulma. Rumput memang dapat menjadi gulma, tetapi tidak semua rumput adalah gulma dan tidak semua gulma juga adalah rumput, sebagaimana telah diuraikan pada Bahan Ajar Modul 1 dan Modul 2. Misalnya saja, petani di Timor Barat menamakan Chromolaena odorata 'sufmuti', yang bila diterjemahkan langsung menjadi 'rumput bunga putih', padahal tumbuhan tersebut bukan rumput, melainkan tumbuhan berdaun lebar.
Kembali ke judul tulisan ini, silahkan mengomentari isi tulisan ini, apakah sudah atau belum menjawab pertanyaan yang diajukan. Untuk membantu memberikan komentar, silahkan terlebih dahulu mengunduh dan mempelajari dengan seksama peraturan perundang-undangan yang tautannya (link) diberikan pada awal tulisan ini. Merujuk pada peraturan perundang-undangan tersebut, silahkan sampaikan komentar dengan mengetikkan 50-75 kata pada kotak komentar di bawah ini selambat-lambatnya sampai pada 17 November 2014. Kesediaan dan ketepatan waktu menyampaikan komentar akan dijadikan dasar untuk penilaian softskill sebagai komponen nilai akhir semester matakuliah. Silahkan menyampaikan komentar dengan menggunakan akun email dengan menggunakan nama sebenarnya, bukan menggunakan nama panggilan atau nama samaran. Bila belum mempunyai akun email dengan menggunakan nama sendiri yang sebenarnya, silahkan terlebih dahulu buat akun email dengan mengikuti panduan.
Dalam kaitan dengan kewajiban melakukan tindakan perlindungan tanaman tersebut, OPT didefinisikan sebagai "semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan" dan OPTK didefinisikan sebagai "organisme pengganggu tumbuhan yang ditetapkan Pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah negara Republik Indonesia". Pada Modul 1 sampai Modul 3 telah diuraikan bahwa gulma merupakan organisme yang tidak diinginkan kehadirannya pada tempat dan waktu tertentu. Gulma tidak diinginkan kehadirannya terutama karena bersaing dengan tanaman dalam memperoleh ruang, air, cahaya matahari, dan unsur hara sehingga menyebabkan hasil tanaman berkurang. Selain menyaingi tanaman, gulma juga menghasilkan senyawa alelopati yang dapat meracuni tanaman, membentuk tegakan yang mengganggu pergerakan aliran air irigasi dan pergerakan alat dan mesin pertanian, menjadi inang pengganti bagi berbagai jenis hama dan patogen, menjadi tempat perlindungan dan persembunyian jenis-jenis hama tertentu, dan menghasilkan biji yang dapat mengkontaminasi hadil panen. Dengan cara-cara itu, gulma pada akhirnya merugikan petani.
Karena gulma berstatus sebagai OPT/OPTK, yaitu sebagai OPT/OPTK golongan gulma, maka tanaman wajib dilindungi dari gulma sebagaimana halnya melindungi dari OPT/OPTK golongan lainnya, yaitu OPT golongan hama dan OPT golongan patogen (penyebab penyakit tanaman). Untuk tujuan tersebut, jenis-jenis gulma yang belum ada di suatu kawasan dicegah masuk ke dalam kawasan dan yang sudah ada di dalam suatu kawasan dicegah keluar dari dalam kawasan tersebut. Kewajiban pencegahan masuk/keluar ini menjadi tanggung jawab pemerintah melalui Badan Karantina Pertanian. Petani berkewajiban melakukan tindakan perlindungan lainnya, yaitu pengendalian, dengan menggunakan cara-cara mekanik, fisik, kimiawi, hayati, genetik, budidaya, dan cara-cara lain yang sesuai dengan perkembangan teknologi. Bila suatu jenis gulma yang sudah terlanjur ada ternyata menimbulkan kerugian yang sangat besar maka pemerintah juga wajib membantu petani melakukan pengendalian. Kewajiban pemerintah lainnya adalah melakukan eradikasi, yaitu pemusnahan terhadap jenis gulma berbahaya tertentu yang terlanjur masuk tetapi belum menyebar luas di dalam suatu kawasan.
Lalu bagaimana dengan gulma pada pertanian lahan kering? Pertanian lahan kering menghadapi permasalahan gulma yang lebih berat dibandingkan dengan permasalahan gulma yang dihadapi pertanian lahan basah. Hal ini terjadi karena jenis-jenis gulma lahan kering merupakan jenis-jenis gulma yang tangguh. Ketangguhan tersebut merupakan hasil dari adaptasi yang sangat lama terhadap kondisi lahan kering, diwujudkan antara lain dalam bentuk perakaran yang sangat ekspansif dan dalam, kemampuan tumbuh yang cepat pada awal musim hujan, baik dari bonggol maupun dari biji, mempunyai organ tambahan seperti organ memanjat dan organ bertahan terhadap gangguan oleh herbivor. Duri misalnya, merupakan organ pertahanan diri terhadap herbivor yang sekaligus dapat menyebabkan kesulitan bagi petani untuk melakukan pengendalian. Berbagai jenis gulma lahan kering merupakan jenis-jenis tumbuhan dengan pola pertumbuhan melilit atau mempunyai organ tambahan berupa sulur untuk membelit tanaman sehingga dengan cepat dapat menutupi tajuk tanaman.
Alhasil, di lahan kering gulma merupakan golongan OPT/OPTK yang dapat menjadi jauh lebih merusak daripada kedua golongan OPT lainnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila petani lahan kering selalu menjadikan pengendalian gulma sebagai bagian tidak terpisahkan dari pertanian lahan kering. Petani lahan kering melakukan hal itu tentu saja bukan dengan cara-cara modern seperti menggunakan herbisida (pestisida untuk mengendalikan gulma). Melainkan dengan menggunakan cara-cara pengendalian yang sangat tradisional, yaitu cara mekanik, cara fisik, dan cara budidaya. Begitu memilih lahan, petani memulai kegiatan budidaya tanaman dengan melakukan pembersihan lahan dengan cara menebas rumput dan semak dan menebang pohon. Tebasan rumput dan semak serta tebangan pohon tersebut, setelah dipotong-potong, dibiarkan mengering untuk kemudian dibakar pada akhir musim kemarau. Penebasan, penebangan, dan pemotongan tersebut merupakan bagian dari praktik perladangan tebas bakar (shifting, slash-and-burn, atau swidden cultivation) yang sekaligus berperan sebagai cara mekanik untuk mengendalikan gulma. Demikian juga dengan pembakaran, merupakan bagian dari perladangan tebas bakar yang sekaligus berperan sebagai cara fisik untuk mengendalikan gulma. Pembakaran menghasilkan abu yang diyakini dapat menyburkan tanaman. Untuk mencegah gulma tumbuh dan kemudian merampas abu yang menyburkan tanah, petani menanam berbagai jenis tanaman dengan menggunakan pola tumpangsari khusus: "satu lubang rame-rame".
Satu lubang rame-rame atau sering disingkat salome dilakukan dengan memasukkan benih jagung, kacang tunggak dan/atau kacang nasi, dan labu ke dalam satu lubang tanam. Pola salome ini mirip dengan pola yang dilakukan pada sistem pertanian serupa di Amerika Tengah, negeri leluhur jagung, yang terkenal dengan nama sistim milpa. Dalam sistem milpa, ketiga jenis tanaman yang beihnya ditanam dalam satu lubang tanam tersebut dikenal sebagai "tiga bersaudari" yang masing-masing mempunyai peran sendiri-sendiri. Jagung tentu saja berperan sebagai tanaman pangan utama. Kacang tunggak dan/atau kacang nasi merupakan tanaman legum yang dapat menambat nitrogen dari udara melalui bintil akarnya untuk menyediakan kebutuhan nitrogen jagung dan labu. Hal ini diperlukan karena pembakaran sebenarnya mengurangi kandungan nitrogen dalam tanah. Kemudian labu yang tumbuh merambat di permukaan tanah berperan sebagai tumbuhan penutup yang melindungi tanah dari erosi pada awal musim tanam dan menghambat pertumbuhan gulma. Dengan begitu, petani lahan kering bukan hanya melakukan tindakan perlindungan tanaman, melainkan juga perlindungan tanah.
Dalam melakukan tindakan perlindungan tanaman tersebut tentu saja yang menjadi obyek tindakan adalah apa lagi kalau bukan gulma. Tentu mungkin saja sebagian besar petani tidak mengenal istilah gulma karena mereka tidak pernah kuliah di fakultas pertanian. Pun mereka kini jarang memperoleh penyuluhan mengenai gulma karena pembangunan pertanian yang berbasis komoditas memfokuskan kegiatannya pada penggunaan benih unggul dan pupuk. Satuan organisasi yang mengurusi perlindungan tanaman pada dinas-dinas pertanian dan perkebunan yang dahulu berstatus bidang kini juga telah diturunkan menjadi sekdi di bawah bidang sarana dan prasarana yang fokusnya adalah pengadaan benih, pupuk, pompa air, pestisida, dan sejenisnya yang dilakukan melalui proses pelelangan. Sebagian besar petani, atau bahkan mungkin seluruhnya, menggunakan istilah rumput untuk menyebut gulma. Rumput memang dapat menjadi gulma, tetapi tidak semua rumput adalah gulma dan tidak semua gulma juga adalah rumput, sebagaimana telah diuraikan pada Bahan Ajar Modul 1 dan Modul 2. Misalnya saja, petani di Timor Barat menamakan Chromolaena odorata 'sufmuti', yang bila diterjemahkan langsung menjadi 'rumput bunga putih', padahal tumbuhan tersebut bukan rumput, melainkan tumbuhan berdaun lebar.
Kembali ke judul tulisan ini, silahkan mengomentari isi tulisan ini, apakah sudah atau belum menjawab pertanyaan yang diajukan. Untuk membantu memberikan komentar, silahkan terlebih dahulu mengunduh dan mempelajari dengan seksama peraturan perundang-undangan yang tautannya (link) diberikan pada awal tulisan ini. Merujuk pada peraturan perundang-undangan tersebut, silahkan sampaikan komentar dengan mengetikkan 50-75 kata pada kotak komentar di bawah ini selambat-lambatnya sampai pada 17 November 2014. Kesediaan dan ketepatan waktu menyampaikan komentar akan dijadikan dasar untuk penilaian softskill sebagai komponen nilai akhir semester matakuliah. Silahkan menyampaikan komentar dengan menggunakan akun email dengan menggunakan nama sebenarnya, bukan menggunakan nama panggilan atau nama samaran. Bila belum mempunyai akun email dengan menggunakan nama sendiri yang sebenarnya, silahkan terlebih dahulu buat akun email dengan mengikuti panduan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar