Pasal 20 UU No. 12 Tahun 1992 dan Pasal 3 PP No. 6 Tahun 1995 menyatakan bahwa “Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu”. Sebenarnya apakah pengendalian hama terpadu tersebut? Pasal 1 yang biasanya berisi istilah dan definisi istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan, tidak memuat istilah maupun definisi pengendalian hama terpadu dan juga istilah dan definisi hama. Istilah pengendalian hama terpadu dapat diperoleh hanya dari penjelasan Pasal 20 Ayat 1.
Penjelasan Pasal 20 Ayat 1 menyatakan "Sistem pengendalian hama terpadu adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup..." (cetak tebal ditambahkan). Dari kutipan mengenai penjelasan Pasal 20 Ayat 1 tersebut dapat disimpulkan bahwa:
Dalam sejarah penerapannya di Indonesia, PHT berkembang setidak-tidaknya dalam tiga fase penting:
Penjelasan Pasal 20 Ayat 1 menyatakan "Sistem pengendalian hama terpadu adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup..." (cetak tebal ditambahkan). Dari kutipan mengenai penjelasan Pasal 20 Ayat 1 tersebut dapat disimpulkan bahwa:
- Pengendalian hama terpadu adalah upaya pengendalian populasi. Bila demikian maka penjelasan Pasal 20 Ayat 1 ini justeru menjadi bertentangan dengan isi Pasal 20 Ayat 1 sendiri bahwa “Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu” dan isi Pasal 21 bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan melalui kegiatan pencegahan masuknya dan/atau keluarnya OPT, pengendalian OPT, dan eradikasi OPT.
- Pengendalian dilakukan terhadap populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan. Dengan demikian yang dimaksud dengan istilah hama sebagai sasaran pengendalian dalam istilah pengendalian hama terpadu adalah populasi atau tingkat serangan OPT.
- Upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dilakukan dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Hal ini tidak konsisten dengan penjabaran kembali dalam Pasal 10 PP No. 6 Tahun 1995 yang menyatakan bahwa pengendalian dilakukan dengan menggunakan cara pengendalian, bukan teknik pengendalian.
Pengertian PHT di atas adalah pengertian secara perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Lalu bagaimana PHT diartikan secara ilmiah? Sebagai konsep ilmiah, PHT dikembangkan oleh para peneliti Universitas Kalifornia di Bekeley dan di Riverside selama kurang lebih 10 tahun sebelum kemudian diadopsi secara internasional pada sebuah simposium yang disponsori FAO pada 1965. Pada simposium tersebut, pengendalian hama terpadu (integrated pest control, IPC) diartikan sebagai pemaduan cara pengendalian kimiawi dan hayati:
... pengendalian hama terapan yang memadukan pengendalian hayati dan pengendalian kimiawi. Pengendalian kimiawi digunakan hanya apabila diperlukan dengan cara sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak yang sececil-kecilnya terhadap pengendalian hayati. PHT dapat memanfaatkan pengendalian alami maupun pengendalian hayati dengan menggunakan agen hayati termanipulasi atau terinduksi (Stern et al. 1959, diterjemahkan)
Sementara itu, seiring dengan perkembangan, pakar ekologi Australia P.W. Geier dan L.R. Clark pada 1961pertama kali mengusulkan istilah pengelolaan hama terpadu (integrated pest management, IPM). Istilah pengelolaan hama terpadu tersebut mulai mendapat lebih banyak perhatian di AS sejak sejak publikasi artikel pada Annual Review of Entomology article in 1966, laporan National Academy of Science (NAS) pada 1969, dan prosiding konferensi di North Carolina yang menghadirkan pakar dari Australia. Istilah pengelolaan hama terpadu sebagaimana yang sekarang digunakan, didefinisikan pertama kali pada 1998 oleh M. Kogan. Menurut Kogan, pengelolaan hama terpadu merupakan:
... sebuah sistem pendukung pengambilan keputusan untuk memilih dan menggunakan taktik pengendalian, secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan secara harmonis ke dalam sebuah strategi pengelolaan, yang didasarkan atas analisis untung rugi yang juga mempertimbangkan kepentingan dari dan dampak terhadap produsen, masyarakat, dan lingkungan hidup (Kogan, 1998, diterjemahkan).
Ternyata pengertian PHT dalam perundang-undangan tidak sama dengan pengertia PHT secara ilmiah. Juga patut dicatat bahwa PHT dalam perundang-undangan merupakan singkatan dari Pengendalian Hama Terpadu, sedangkan secara ilmiah merupakan singkatan dari Pengendalian Hama Terpadu.
Dalam sejarah penerapannya di Indonesia, PHT berkembang setidak-tidaknya dalam tiga fase penting:
- PHT ambang ekonomi (PHT-AE), yaitu fase PHT sebagai ‘pengendalian hama terpadu’ yang pengambilan keputusannya dilakukan untuk menentukan apakah aplikasi pestisida perlu dilakukan atau belum dengan membandingkab padat populasi OPT hasil pemantatau dengan AE.
- PHT sekolah lapang (PHT-SL), yaitu fase PHT yang diorganisasikan oleh pihak luar (pemerintah, LSM) dengan pengambilan keputusan yang dilakukan berbasis keputusan oleh petani sendiri yang telah ‘diberdayakan’ untuk melakukan pengambilan keputusan melalui sekolah lapang.
- PHT masyarakat (PHT komunitas), yaitu fase PHT yang berkembang melalui penyadaran masyarakat untuk mampu mengorganisasikan diri dalam melaksanakan PHT. Penyadaran mula-mula dapat dilakukan oleh pihak luar tetapi segala sesuatu yang berkaitan dengan perlindungan tanaman selanjutnya dilakukan oleh masyarakat sendiri.
Terlepas dari apakah PHT menurut perundang-undangan atau PHT secara ilmiah, PHT berlaku terhadap gulma. Dalam hal ini, istilah hama dalam PHT perlu diartikan sebagai populasi organisme pengganggu yang menimbulkan tingkat kerusakan tertentu. Dengan kata lain, suatu spesies gulma sebagai OPT baru perlu dikendalikan bila telah mencapai populasi tertentu sehingga bisa menimbulkan kerusakan pada tingkatan tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar